Sabtu, 17 Maret 2012

Polarimeter Dan Polarisasi Senyawa Optis aktif










Suatu molekul yang memiliki atom pusat asimetris disebut molekul kiral. Molekul seperti ini dapat merespon dan memutar cahaya sebagaimana lensa. Kemampuan untuk memutar cahaya ini disebut sifat optis aktif. Senyawa optis aktif memiliki isomer yang disebut enantiomer dimana senyawa-senyawa enantiomer memutar cahaya dengan sudut yang sama besar tetapi dengan arah yang berlawanan. Derajat sudut perputaran cahaya dapat digunakan untuk  :
1.    Analisis kualitatif
2.    Menentukan kemurnian enantiomer dari senyawa
3.    Menentukan konsentrasi larutan zat optis aktif
Untuk mengamati perputaran cahaya, maka cahaya yang melewati larutan harus terpolarisasi bidang. Cahaya biasa memiliki gelombang yang terorientasi ke segala arah (cahaya tidak terpolarisasi). Cahaya terpolarisasi bidang dibuat dari gelombang yang berorientasi parallel terhadap bidang tertentu. Ketika cahaya terpolarisasi bidang melewati larutan optis aktif maka cahaya tersebut akan mengalami perputaran.
Setiap senyawa kiral murni memiliki sudut putar  yang merupakan sifat fisik yang karakteristik untuk senyawa]a[spesifik  tersebut (seperti titik didih, titik leleh atau densitas). Sudut putar spesifik menggambarkan seberapa besar suatu senyawa akan memutar cahaya.  +87,6 menunjukkan rotasi searah jarum jam sebesar 87,6o.]a[Nilai  Sedangkan enantiomernya akan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan besar yang sama tetapi berlawanan arah jarum jam. Campuran rasemik yaitu campuran dua enantiomer dengan jumlah yang sama tidak akan memiliki putaran neto, karena besarnya sudut perputaran adalah sama tetapi berlawanan arah maka akan saling meniadakan. Penamaan senyawa yang dapat memutar bidang polarisasi searah jarum jam diberi notasi awal + atau d (dekstro) dan sebaliknya senyawa yang memutar bidang polarisasi berlawanaan arah jarum jam diberi notasi – atau l (levo).
Rotasi , merupakan sifat yang karakterisitik untuk masing-masing]a[spesifik,  senyawa dan dapat digunakan untuk analisis kualitatif. Rotasi teramati obs) tergantung pada konsentrasi sampel (c), panjang dari sel ( l )a( .]a[dimana sampel ditempatkan dan rotasi spesifik, 
[α]_20^D= α_obs/(c x l)
α_obs=[α]_(20 )^D x c x l

[α]_20^D    : rotasi spesifik yang diukur pada 20 oC dengan sumber cahaya D natrium (589 nm)
α_obs     : rotasi teramati
c    : konsentrasi dalam gram per mililiter (g/mL)
l    : panjang sel dalam desimeter (dm)
Catatan : untuk perhitungan, konsentrasi 10 % dinyatakan menjadi 0,1.

[α]_20^D adalah tetap untuk setiap senyawa dan panjang sel juga tetap sehingga  α_obs  akan sebanding dengan konsentrasi zat. Oleh karena itu untuk menentukan kadar zat optis aktif dalam sampel dapat dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi dari larutan standar

Berbagai struktur transparan tidak simetris memutar bidang polarisasi radiasi. Materi tersebut dikenal sebagai zat optik aktif, misalkan kuarsa, gula, dan sebagainya. Pemutaran dapat berupa dextro-rotary (+) bila arahnya sesuai dengan arah jarum jam atau levo-rotary (-) bila arahnya berlawanan dengan jarum jam. Derajat rotasi bergantung pada berbagai parameter seperti jumlah molekul pada lintasan radiasi, konsentrasi, panjangnya pipa polarimeter, panjangnya gelombang radiasi dan juga temperatur. Rotasi spesifik didefinisikan sebagai [α]t = αdc , di mana α adalah sudut bidang cahaya terpolarisasi dirotasi oleh suatu larutan dengan konsentrasi c gram zat terlarut per mL larutan, pada suatu bejana dengan panjang d desimeter. Panjang gelombang yang umumnya dispesifikkan adalah 590 nm, berupa garis spektrum natrium (Khopkhar,2008 : 302).
Polarisasi merupakan proses mengurung vibrasi vektor  yang menyusun gelombang transversal menjadi satu arah. Dalam radiasi tak terkutubkan, vektor berosilasi ke semua arah tegak lurus pada arah perambatan. Polarisasi cahaya merupakan vektor gelombang cahaya ke satu arah. Dalam cahaya tak terpolarisasi, medan listrik bervibrasi ke semua arah, tegak lurus pada arah perambatan. Sesudah dipantulkan atau ditransmisikan melalui zat tertentu, maka medan listrik terkurung ke satu arah dan radiasi dikatakan sebagai cahay terkutub –bidang. Bidang cahaya yang terkutub-bidang dapat diputar bila melewati zat tertentu (dantith, 1990 : 342-343).
Menurut Soekardjo (2002 :430) polarisasi dapat dibagi menjadi dau , yaitu :
1.             Polarisasi konsentrasi yang disebabkan oleh perubahan konsentrasi di sekitar elektrode.
2.             Polarisasi overvoltage atau tegangan lebih yang disebabkan oleh jenis elektrode dan proses yang terjadi di permukaan.
Gelombangcahaya terpolarisasi terletak pada satu bidang yaitu bidang getar cahaya. Apabila cahaya terpolarisasi dilewatkan pada larutan salah satu enansiomer, maka bidang getarnya akan mengalami perubahan posisi, yaitu berputar ke arah kanan atau kiri. Proses pemuutaran bidang getar cahaya terpolarisasi, yang untuk selanjutnya disebut pemutaran cahaya terpolarisasi dinamakan juga rotasi optik, sedangkan senyawa yang dapat menyebabkan terjadinya pemutaran cahaya terpolarisasiitu dikatakan mempunyai aktivitas aptik (Poedjiadi, 1994 : 16).

Rotasi spesifik suatu senyawapada suhu 20 oC dapat diperoleh dengan menggunakan rumus  sebagai berikut:
∝D20= ∝l×c
Dalam rumus tersebut
[∝]D 20   = rotasi spesifik menggunakan cahaya D natrium pada suhu 20 oC.
         = sudut rotasi yang diamati pada polarimeter
l           = panjang sel dalam dm
c          = konsentrasi larutan dalam gram/mL
apabila rotasi spesifik telah diketahui dari tabil yang telah ada, maka dengan rumus di atas dapat dihitung konsentrasi larutan. Analisis kuantitatif ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut polarimeter (Poedjiadi,1994 : 16-17).
Polarimeter adalah alat yang didesain untuk mempolarisasikan cahaya dan kemudian mengatur sudut rotasi bidang polarisasi cahaya oleh suatu senyawa aktif optis yang prinsip kerjanya didasarkan pada pemutaran bidang polarisasi (Anonim, 2010).
Menurut Anonim (2010), besarnya perputaran bidang polarisasi tergantung pada :
1.      Struktur molekul
2.      Panjang gelombang
3.      Temperatur
4.      Konsentrasi
5.      Panjang pipa polarimeter
6.      Banyaknya molekul pada jalan cahaya, dan
7.      Pelarut
Di industri gula di Indonesia, polarimeter digunakan ada yang manual dan ada yang digital. Yang manual menggunakan pengukuran sudut putar international suugar scale (ṡ), sedangkan yang digital umumnya sudah menunjukkan ṡ atau ẑ (Anonim,2010).
Sukrosa (gula ) dapat terhidrolisis karena pengaruh asam atau enzim invertase, membentuk glukosa dan fruktosa. Pada hidrolisis sukrosa terjadi pemmbalikan sedut (inversi) dari pemutaran kanan menjadi pemutaran kiri. Sukrosa adalah pemutaran kanan (putaran jenis +66,53), glukosa juga pemutaran kanan putaran jenis +52,7), tetapi fruktosa adalah pemutaran kiri (putaran jenis -92,4), daya pemutaran kiri fruktosa ternyata lebih besar dari daya pemutaran kanan glukosa.

Sukrosa                                             glukosa            +          Fruktosa
+66,53                                               +52,7                           -92,4 
(Sumarno, 1994 : 80)

Polarimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur besarnya putaran optik yang dihasilkan oleh suatu zat yang bersifat optis aktif yang terdapat dalam larutan. Jadi polarimeter ini merupakan alat yang didesain khusus untuk mempolarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif. Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dpat memutar bidang polarisasi, sedangkan yang dimaksud dengan polarisasi adalah pembatasan arah getaran (vibrasi) dalam sinar atau radiasi elektromagnetik yang lain. Untuk mengetahui besarnya polarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif, maka beesarnya perputaran itu bergantung pada beberapa faktor yakni : struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, banyaknya molekul pada jalan cahaya, jenis zat, ketebalan, konsentrasi dan juga pelarut. Polarisasi bidang dilakukan dengan melewatkan cahaya biasa menembus sepasang kristal kalsit atau menembus suatu lensa polarisasi. Jika cahaya terpolarisasi-bidang dilewatkan suatu larutan yang mengandung suatu enantiomer tunggal maka bidang polarisasi itu diputar kekanan atau kekiri. Perputaran cahaya terpolarisasi-bidang ini disebut rotasi optis. Suatu senyawa yang memutar bidang polarisasi suatu senyawa terpolarisasi-bidang dikatakan bersifat aktif optis. Karena inilah maka enantimer-enantiomer kadang-kadang disebut isomer optis. Prinsip kerja alat polarimeter adalah sebagai berikut, sinar yang datang dari sumber cahaya (misalnya lampu natrium) akan dilewatkan melalui prisma terpolarisasi (polarizer), kemudian diteruskan ke sel yang berisi larutan. Dan akhirnya menuju prisma terpolarisasi kedua (analizer). Polarizer tidak dapat diputar-putar sedangkan analizer dapat diatur atau di putar sesuai keinginan. Bila polarizer dan analizer saling tegak lurus (bidang polarisasinya juga tega lurus), maka sinar tidak ada yang ditransmisikan melalui medium diantara prisma polarisasi. Pristiwa ini disebut tidak optis aktif. Jika zat yang bersifat optis aktif ditempatkan pada sel dan ditempatkan diantara prisma terpolarisasi maka sinar akan ditransmisikan. Putaran optik adalah sudut yang dilalui analizer ketika diputar dari posisi silang ke posisi baru yang intensitasnya semakin berkurang hingga nol. Untuk menentukan posisi yang tepat sulit dilakukan, karena itu digunakan apa yang disebut “setengah bayangan” (bayangan redup). Untuk mancapai kondisi ini, polarizer diatur sedemikian rupa, sehingga setengah bidang polarisasi membentuk sudut sekecil mungkin dengan setengah bidang polarisasi lainnya. Akibatnya memberikan pemadaman pada kedua sisi lain, sedangkan ditengah terang. Bila analyzer diputar terus setengah dari medan menjadi lebih terang dan yang lainnya redup. Posisi putaran diantara terjadinya pemadaman dan terang tersebut, adalah posisi yang tepat dimana pada saat itu intensitas kedua medan sama. Jika zat yang bersifat optis aktif ditempatkan diantara polarizer dan analizer maka bidang polarisasi akan berputar sehingga posisi menjadi berubah. Untuk mengembalikan ke posisi semula, analizer dapat diputar sebesar sudut putaran dari sampel. Sudut putar jenis ialah besarnya perputaran oleh 1,00 gram zat dalam 1,00 mL larutan yang barada dalam tabung dengan panjang jalan cahaya 1,00 dm, pada temperatur dan panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang yang lazim digunakan ialah 589,3 nm, dimana 1 nm = 10-9m. Sudut putar jenis untuk suatu senyawa (misalnya pada 25o C) Macam macam polarisasi antara lain, polarisasi dengan absorpsi selektif, polarisasi akibat pemantulan, dan polarisasi akibat pembiasan ganda.
  1. Polarisasi dengan absorpsi selektif, dengan menggunakan bahan yang akan melewatkan (meneruskan) gelombang yang vektor medan listriknya sejajar dengan arah tertentu dan menyerap hampir semua arah polarisasi yang lain.
  2. Polarisasi akibat pemantulan, yaitu jika berkas cahaya tak terpolarisasi dipantulkan oleh suatu permukaan, berkas cahya terpanyul dapat berupa cahaya tak terpolarisasi, terpolarisasi sebagian, atau bahkan terpolarisasi sempurna.
3.      Polarisasi akibat pembiasan ganda, yaitu dimana cahaya yang melintasi medium isotropik (misalnya air). Mempunyai kecepatan rambat sama kesegala arah. Sifat bahan isotropik yang demikian dinyatakan oleh indeks biasnya yang berharga tunggal untuk panjang gelombang tertentu. 
Pada kristal – kristal tertentu misalnya kalsit dan kuartz, kecepatan cahaya didalamnya tidak sama kesegala arah. Bahan yang demikian disebut bahan anisotropik ( tidak isotropik). Sifat anisotropik ini dinyatakan dengan indeks bias ganda untuk panjang gelombang tertentu. Sehingga bahan anisotropik juga disebut bahan pembias ganda.
Dalam praktikum tentang polarimeter ini sering digunakan zat glukosa sebagai sampelnya. Dimana senyawa ini mempunyai struktur cincin dan mempunyai bentuk dengan sifat berbeda. Jika D-glukosa dikristalkan dari air maka dihasilkan bentuk yang disebut dengan α-D-glukosa yang rotasi spesifiknya adalah [α]= +112,2o. Jika D-glukosa dikristalkan dari piridin maka dihasilkan β-D-glukosa dengan [α]= +18,7o. Jika α-D-glukosa dilarutkan dalam air maka rotasi spesifiknya secara perlahan-lahan berubah sesuai dengan waktu dan mencapai nilai stabil pada 52,7o. Jika β-D-glukosa diperlakukan sama, maka rotasinya akan sama. Perubahan ini disebut mutarotasi karena pembentukan α-D-glukosa atau β-D-glukosa pada suatu campuran berkesetimbangan yang mengandung kira-kira sepertiga α-D-glukosa dan dua per tiga β-D-glukosa dan sejumlah kecil senyawa berantai lurus pada suhu 25oC. Jadi isomer α dan  β dari D-glukosa bersifat dapat saling bertukar di dalam larutan.

Jenis-jenis polarimeter yaitu :
Manual. Polarimeter pertama kembali pada tahun 1830-an, yang dibutuhkan pengguna secara fisik memutar analyzer, dan detektor itu mata pengguna menilai saat yang paling bersinar cahaya melalui. Sudut ditandai pada skala yang mengelilingi analyzer tersebut. Desain dasar masih digunakan dalam polarimeter sederhana.Semi-otomatis. Membutuhkan deteksi visual tetapi push menggunakan-tombol untuk memutar analisa dan menawarkan tampilan digitalSepenuhnya otomatis. Polarimeter yang paling modern yang sepenuhnya otomatis, dan hanya memerlukan user untuk menekan tombol dan menunggu pembacaan digital.
komponen-komponen alat polarimeter adalah :
Sumber cahaya monokromatis, yaitu sinar yang dapat memancarkan sinar monokromatis. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah lampu D Natrium dengan panjang gelombang 589,3 nm. Selain itu juga dapat digunakan lampu uap raksa dengan panjang gelombang 546 nm.
Polarisator dan analisator. Polarisator berfungsi untuk menghasilkan sinar terpolarisir. Sedangkan analisator berfungsi untuk menganalisa sudut yang terpolarisasi. Yang digunakan sebagai polarisator dan analisator adalah prisma nikol.
3. Prisma setengah nikol merupakan alat untuk menghasilkan bayangan setengah yaitu bayangan terang gelap dan gelap terang.
4. Skala lingkar merupakan skala yang bentuknya melingkar dan pembacaan skalanya dilakukan jika telah didapatkan pengamatan tepat baur-baur.
5. Wadah sampel ( tabung polarimeter ). Wadah sampel ini berbentuk silinder yang terbuat dari kaca yang tertutup dikedua ujungnya berukuran besar dan yang lain berukuran kecil, biasanya mempunyai ukuran panjang 0,5 ; 1 ; 2 dm. Wadah sampel ini harus dibersihkan secara hati-hati dan tidak bileh ada gelembung udara yang terperangkap didalamnya.
6. Detektor. Pada polarimeter manual yang digunakan sebagai detektor adalah mata, sedangkan polarimeter lain dapat digunakan detektor fotoelektrik.

prinsip kerja polarimeter adalah sebagai berikut :
Sinar monokromtis dari sumber cahaya (lampu natrium) akan melewati lensa kolimator sehingga berkas sinar yang dihasilkan akan disejajarkan arah rambatnya.Dari lensa terus ke polarisator untuk mendapatkan berkas cahaya yang terpolarisasi
Cahaya terpolarisasi ini akan terus ke prisma ½ nicol untuk mendapatkan bayangan gelap dan terang, kemudian melewati larutan senyawa optik aktif yang berada dalam tabung polarimeter.
Bila cahaya terpolarisasi dilewatkan ke dalam suatu zat optis aktif seperti gula, maka cahaya itu akan dibelokkan. Kalau cahaya tersebut dilewatkan ke dalam air murni kita melihat cahaya tersebut diteruskan, artinya air tidak dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi. Zat optis aktif ditandai oleh adanya atom karbon tak setangkap (asimetri-tak simetri) atau kiral di dalam senyawa organik. Besarnya sudut perputaran cahaya terpolarisasi dapat diukur denganpolarimeter dan harganya dipengaruhi oleh konsentrasi zat optis aktif. Hubungan antara konsentrasi dan besar sudut putar dirumuskan sebagai
^T= α/(1.c)l[α]_^T merupakan perputaran (rotasi) jenis pada suhu (T) danlDengan [α]_ ) tertentu, α menyatakan panjang larutan yanglpanjang gelombang ( dilewati cahaya, dan c menyatakan konsentrasi. Dari rumusan ini kita peroleh jenis dan jumlah zat optis aktif (Sumarna, 1990).
Rotasi spesifik didefinisikan sebagai [α]_t= α/dc , dimana α adalah sudut pada bidang cahaya terpolarisasi dirotasi oleh larutan dengan konsentrasi c gram zat terlarut per mL larutan. Pada suatu bejana dengan panjang d desimeter. Panjang gelombang yang umumnya dispesifikkan adalah 590 nm, berupa garis spectrum natrium. Beberapa nlai rotasi spesifik untuk beberapa senyawa optis aktif terlihat pada tabel:Senyawa [α]_D^10 Senyawa [α]_D^20
d-Glukosa +52,7 Sukrosa +66,5
d-Fruktosa -92,4 Asam tartarat +14,1
Maltosa +130,4 (semua senyawa ukur dalam air)
(Khopkar, 2007).
Beberapa zat mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya. Zat-zat yang mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi ialah zat-zat yang demikian disebut zat optis aktif (Tim Dosen Kimia Analitik, 2010).

Molekul yang mempunyai atom C asimetris atau atom C kiral yang dapat memutar bidang polarisasi ke kanan diberi tanda d aau + dan ke kiri diberi tanda l atau -. Mengetahui d dan l atau + dan – adalah melalui percobaan menggunakan alat polarimeter (Matsjeh, 1983).


Biodiesel Jarak Pagar


Biodiesel Dari Biji Jarak Pagar
http://matoa.org/wp-content/uploads/2010/10/jatropha_curcas-300x252.jpg


Pada Pembahasan sebelumnya, kita telah mengenal tanaman Jatropha Curcas(Jarak Pagar). Buah jarak pagar merupakan bahan baku pembuatan Jatropha Curcas Oil (JCO) yang nantinya dapat dikembangkan kembali menjadi biodiesel.
Setiap 10Kg buah bisa menghasilkan 3 liter minyak jarak pagar dan menghasilkan 30% rendemen. Berikut adalah cara menghasilkan JCO:
  • Biji jarak dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci secara manual atau dengan mesin.
  • Biji direndam sekitar 5 menit di dalam air mendidih, kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi.
  • Biji dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dijemur di bawah matahari sampai cukup kering, kemudian biji tersebut dimasukkan ke dalam mesin pemisah untuk memisahkan daging biji dari kulit bijinya.
  • Daging biji yang telah terpisah dari kulitnya, digiling dan siap untuk dipres. Lama tenggang waktu dari penggilingan ke pengepresan diupayakan sesingkat mungkin untuk menghindari oksidasi.
  • Proses pengepresan biasanya meninggalkan ampas yang masih mengandung 7 – 10 % minyak.
Rendemen(ampas) yang berbentuk padatan setelah ekstraksi minyak dari biji dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik.
JCO merupakan minyak kasar yang belum dapat dimanfaatkan sebagai biodisel karena JCO harus melewati 2 tahap lagi untuk menjadi biodiesel/alternatif BBM. JCO harus melewati tahap:

a.     Reaksi Esterifikasi
JCO mempunyai komponen utama berupa trigliserida dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas harus dihilangkan terlebih dahulu agar tidak mengganggu reaksi pembuatan biodiesel (reaksi transesterifikasi). Penghilangan asam lemak bebas ini dapat dilakukan melalui reaksi esterifikasi. Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut. Pada reaksi ini asam lemak bebas direaksikan dengan metanol menjadi biodiesel sehingga tidak mengurangi perolehan biodiesel.  Tahap ini menghasilkan JCO yang sudah tidak mengandung asam lemak bebas, sehingga dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi.
b.     Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi utama dalam pembuatan biodiesel. Secara umum reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut. Pada reaksi ini, trigliserida (minyak) bereaksi dengan metanol dalam katalis basa untuk menghasilkan biodiesel dan gliserol (gliserin). Sampai tahap ini, pembuatan biodiesel telah selesai dan dapat digunakan sebagai bahan bakar yang mengurangi pemakaian solar.
Produk sampingan dari proses trans-esterifikasi (metilasi) dapat diperdagangkan sebagai bahan baku industri yang memanfaatkan asam lemak, seperti kertas berkualitas tinggi (high quality paper), pil energi, sabun, kosmetik, obat batuk, dan agen pelembab pada tembakau.[amd]
http://matoa.org/wp-content/uploads/2010/10/JCO-diagram-300x223.jpg

II.               Proses Pembuatan Biodiesel dari Jatropha curcas
Dalam proses pengolahan biji jarak menjadi biodiesel, dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
1.           Proses Pembuatan Crude Jatropha Oil (CJO)
-         Biji jarak dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci secara manual atau masinal (dengan mesin).
-         Biji direndam sekitar 5 menit di dalam air mendidih, kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi.
-         Biji dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dijemur di bawah matahari sampai cukup kering, kemudian biji tersebut dimasukkan ke dalam mesin pemisah untuk memisahkan daging biji dari kulit bijinya.
-         Daging biji yang telah terpisah dari kulitnya, digiling dan siap untuk dipres. Lama tenggang waktu dari penggilingan ke pengepresan diupayakan sesingkat mungkin untuk menghindari oksidasi.
-         Proses pengepresan biasanya meninggalkan ampas yang masih mengandung 7 – 10 % minyak. Oleh sebab itu, ampas dari proses pengepresan dilakukan proses ekstraksi pelarut, sehingga ampasnya hanya mengandung minyak kurang dari 0,1% dari berat keringnya. Pelarut yang biasa digunakan adalah pelarut n – heksan dengan rentang didih 60 – 70 0C.
-         Tahap ini menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO), yang selanjutnya akan diproses menjadi Jatropha Oil (JO).

2.           Proses Pembuatan Biodiesel
a.     Reaksi Esterifikasi
CJO mempunyai komponen utama berupa trigliserida dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas harus dihilangkan terlebih dahulu agar tidak mengganggu reaksi pembuatan biodiesel (reaksi transesterifikasi). Penghilangan asam lemak bebas ini dapat dilakukan melalui reaksi esterifikasi. Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut : (Klik di sini)
Pada reaksi ini asam lemak bebas direaksikan dengan metanol menjadi biodiesel sehingga tidak mengurangi perolehan biodiesel.
Tahap ini menghasilkan Jatropa Oil (JO) yang sudah tidak mengandung asam lemak bebas, sehingga dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi.

b.     Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi utama dalam pembuatan biodiesel. Secara umum reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut : (Klik di sini)
Pada reaksi ini, trigliserida (minyak) bereaksi dengan metanol dalam katalis basa untuk menghasilkan biodiesel dan gliserol (gliserin).
Sampai tahap ini, pembuatan biodiesel telah selesai dan dapat digunakan sebagai bahan bakar yang mengurangi pemakaian solar.

Berikut ini adalah ” Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel “ :

Berikut ini adalah ” Skematik Tempat Pengolahan Jatropha ” :

Berikut ini adalah ” Kualitas Biodiesel Hasil Proses Es-Trans Dibandingkan dengan Standar ” : (Klik di sini)

Penanaman

Penanaman jarak pagar dapat dilakukan sebagai berikut :

- Penanaman dilakukan pada awal atau sebelum musim hujan. Tinggi bibit dari persemaian sudah mencapai minimal 30 cm.

- Lapangan dibersihkan dan dibuat lubang 30 cm x 30 cm x 30 cm, jarak tanam 2m x 2 m, lalu dibiarkan selama 2 – 3 minggu.

- Setelah bibit ditanam, bulan berikutnya dilakukan pembersihan gulma setiap bulan sampai 4 bulan berikutnya.

- Pemupukan pada tahun pertama dilakukan 1/3 dosis dan tahun selanjutnya dengan dosis penuh. Dosis tersebut adalah 50 kg urea, 150 kg SP-36, dan 50 kg KCl / ha. Pada tanah yg kurang subur harus diberi kompos atau pupuk kandang sebanyak 2,5 – 5 ton / ha. Porsi urea dan KCl bisa ditingkatkan sampai maksimum 2 kali lipat.

- Pemangkasan dilakukan sejak tanaman mencapai tinggi 1 m (umur 1 tahun). Pemangkasan pada ketinggian 20 cm dari pangkal batang, dilakukan setiap tahun untuk setiap trubusan baru.

3. Panen dan Pasca Panen

Panen biji perlu dilakukan secara benar agar tidak diperoleh biji hampa, kadar minyak rendah, dan bahkan akan menyebabkan minyak menjadi asam. Berikut beberapa cara penanganan biji di lapangan :

- Panen dilakukan pada buah yang telah masak dengan ciri kulitnya hitam atau kulit buah terbuka.

- Cara pemanenan yang efisien, yaitu buah diambil per malai dengan syarat jumlah buah yang matang lebih banyak dari buah mentah.

- Buah sebelum disimpan terlebih dahulu dikeringkan untuk keperluan produksi minyak. Buah dapat langsung dikeringkan di bawah sinar matahari setiap hari sampai kulit buah mudah dipisahkan dari biji secara manual, tetapi untuk benih cukup diangin – anginkan atau dikeringkan di dalam oven suhu 60* 0C.

- Pemisahan kulit buah dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin. Selanjutnya, biji dikeringkan setiap hari sampai benar – benar kering (kadar air 7 – 10 %). Setelah kering, biji disimpan di dalam kantong plastik. Kantong – kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam karung plastik yang ditutup rapat menggunakan tali, kemudian disimpan di atas lantai beralas bata atau papan. Kemasan harus dihindarkan dari kontak langsung dengan lantai agar tidak lembab.

4. Produktivitas Jatropha curcas

Produktivitas biji Jatropha curcas bergantung kepada kesuburan tanah. Seperti tanaman lainnya, semakin subur lahan maka produktivitasnya juga tinggi. Meskipun demikian, tanaman ini memiliki kelebihan yaitu dapat bertahan hidup dalam kondisi kekeringan yang ekstrim.

Menurut Hartono, 2006, produksi biji per hektar pada tanah normal sebesar 2.500 kg, dapat menghasilkan minyak sekitar 30 – 35 % atau 830 kg. Dan menurut Syah, 2006, 75 kg minyak jarak pagar menghasilkan 71,88 kg biodiesel. Dari kedua data tersebut di atas dapat diperkirakan bahwa untuk memproduksi biodiesel sebanyak 8 ton, diperlukan biji ± 25.000 kg.

Menurut Hartono, 2006, pada tanah normal dengan jarak tanam 2m x 2m yang jumlah tanamannya per hektar berkisar 2.500 tanaman, dan produksi biji per pohon per tahun adalah ± 5 kg. Sehingga biji sebanyak 25.000 kg ( pabrik kapasitas 8 ton ) diperlukan lahan sekitar 740 hektar.

II. Proses Pembuatan Biodiesel dari Jatropha curcas

Dalam proses pengolahan biji jarak menjadi biodiesel, dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :

1. Proses Pembuatan Crude Jatropha Oil (CJO)

- Biji jarak dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci secara manual atau masinal (dengan mesin).

- Biji direndam sekitar 5 menit di dalam air mendidih, kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi.

- Biji dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dijemur di bawah matahari sampai cukup kering, kemudian biji tersebut dimasukkan ke dalam mesin pemisah untuk memisahkan daging biji dari kulit bijinya.

- Daging biji yang telah terpisah dari kulitnya, digiling dan siap untuk dipres. Lama tenggang waktu dari penggilingan ke pengepresan diupayakan sesingkat mungkin untuk menghindari oksidasi.

- Proses pengepresan biasanya meninggalkan ampas yang masih mengandung 7 – 10 % minyak. Oleh sebab itu, ampas dari proses pengepresan dilakukan proses ekstraksi pelarut, sehingga ampasnya hanya mengandung minyak kurang dari 0,1% dari berat keringnya. Pelarut yang biasa digunakan adalah pelarut n – heksan dengan rentang didih 60 – 70 0C.

- Tahap ini menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO), yang selanjutnya akan diproses menjadi Jatropha Oil (JO).

2. Proses Pembuatan Biodiesel

a. Reaksi Esterifikasi

CJO mempunyai komponen utama berupa trigliserida dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas harus dihilangkan terlebih dahulu agar tidak mengganggu reaksi pembuatan biodiesel (reaksi transesterifikasi). Penghilangan asam lemak bebas ini dapat dilakukan melalui reaksi esterifikasi. Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut : (Klik di sini)

Pada reaksi ini asam lemak bebas direaksikan dengan metanol menjadi biodiesel sehingga tidak mengurangi perolehan biodiesel.

Tahap ini menghasilkan Jatropa Oil (JO) yang sudah tidak mengandung asam lemak bebas, sehingga dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi.

b. Reaksi Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi utama dalam pembuatan biodiesel.

Pada reaksi ini, trigliserida (minyak) bereaksi dengan metanol dalam katalis basa untuk menghasilkan biodiesel dan gliserol (gliserin).

Sampai tahap ini, pembuatan biodiesel telah selesai dan dapat digunakan sebagai bahan bakar yang mengurangi pemakaian solar.